Monday, April 28, 2008

Evelyn(19)_Michelle_(23)

Bu, kami baru posting wawancaranya tgl 28 April, karena kami tidak tahu kalau harus di posting di blog sepuluh tiga.
Aduh, bu, maaf sekali ya bu. Sebelum tanggal 26 April sebenarnya kami sudah meng-email ke sepuluhtigasanur0708@gmail.com. Duh, maaf sekali ya bu, kami benar-benar tidak tahu.

Evelyn(19)_Michelle_(23)_Tukang_sapu_kompleks_pulomas

Seorang ibu bernama Sopia, ibu berusia 37 tahun yang bekerja sebagai buruh cuci dan tukang sapu di komplek pulomas yang digaji oleh bapak RT. Ia berasal dari Wonosobo, dulu kesini masih belum bersuami. Lalu dia ditawarkan dan disuruh orang tuanya untuk kerja ke kota agar mendapat pekerjaan yang layak. Dia tadinya tidak mau. “Wong saya ga tau kota Jakarta kayak apa, kalo saya diculik bagaimana? Kan brabe jadinya. Tapi saya nurut aja. Saya pasrah pas sampe di kota.”, ujarnya.

Ketika ia keluar dari stasiun kota, ia bertemu oleh teman dekat nya dulu ketika masih duduk di SMP. Lalu ia menceritakan, kalau dia bingung mau cari kerja apa di Jakarta, katanya susah cari kerja di Jakarta kota metropolitan ini. Temannya mengenalkannya pada seseorang yang membutuhkan tenaga kerja di komplek perumahan pulomas tapi gajinya kecil yang diberikan per hari dan bila dijumlahkan selama sebulan kira-kira sebesar Rp 155.500,-.

Awalnya ia sungkan menawarkan pekerjaan itu, takut Sopia tersinggung. Pekerjaan itu adalah menjadi tukang sapu. Tapi ternyata Sopia menerimanya dengan senang hati, justru ia berterima kasih kepada temannya itu, Lastri. Di tempat itu ia bertemu dengan jodohnya bernama Mulyono. Mereka menikah dan sekarang sudah dikaruniai 6 anak. Ongkos biaya hidup mereka berdua saja sudah pas-pasan dengan penghasilan Sopia dan suaminya. Ditambah lagi dengan 6 anak nya. Wah, sungguh tidak terbayangkan.

Akhirnya mereka berdua membuka usaha baru dengan modal pas-pasan. Suaminya merangkap menjadi tukang sayur. Dan iya membeli ember, papan cuci, detergen, dan kain putih yang ditulisi cat hitam “TERIMA JASA CUCI BAJU” sebagai modal awal usahanya. Banyak anak kos yang menggunakan jasa tersebut. Karena murah, jadi banyak peminatnya, penghasilannya pun lumayan bertambah. Anak nya pun akhirnya dapat disekolahkan di sekolah islam yang cukup murah. Ia mensyukuri dengan apa yang telah ia punya sekarang ini, dan atas semua jalan yang telah ditunjukkan olah Allah Yang Maha Kuasa sehingga ia dapat menjalani hidup ini dengan baik, mampunyai keluarga yang harmonis, saling menyayangi, dan saling mendukung.




Refleksi pribadi :
Oleh : Michelle Aryani X3/ 23 :


Saya pikir, Bu Sopia adalah seorang wanita yang hebat dan patut dikagumi. Mengapa? Karena Bu Sopia, walaupun mendapat pekerjaan sebagai tukang sapu, ia tetap menerima pekerjaan tersebut dengan senang hati dan tidak mengeluh, bahkan sampai bertemu pasangan hidupnya. Ia sangat rendah hati. Saya rasa ada beberapa hal yang patut saya sendiri contoh dan teladani, yaitu pertama, keteguhan hatinya yang menerima keadaan hidupnya apa adanya dan ia tidak mengeluh tetapi tetap menjalaninya dengan senang hati. Kedua, adalah bahwa ia mensyukuri apa yang ia punya sekarang ini dan tidak menuntut lebih dari apa yang ia punyai.
Bu Sopia tidak memandang rendah pekerjaannya sendiri walaupun ia mendapat pekerjaan sebagai tukang sapu. Ia bahkan melakukannya dengan senang hati. Ini membuat saya sadar dengan perilaku saya. Bu Sopia bisa membuka usaha cuci baju bersama suaminya, walaupun modalnya pas-pasan. Suaminya sebagai tukang sayur, dan dengan pekerjaan-pekerjaan itu mereka bisa menghidupi keenam anaknya. Sungguh hebat! Saya benar-benar bersyukur bisa mendapat tugas ini. Karena dengan mewawancarai Bu Sopia, saya menjadi tahu dan sadar, bahwa saya juga harus menerima diri saya sendiri apa adanya.
Saya benar-benar kagum dengan Bu Sopia, karena saya sendiri ataupun kalian juga, pasti pernah berpikir dan iri pada apa yang dipunyai oleh orang lain, sedangkan kita tidak mempunyainya. Kemudian, kalian maupun saya sendiri, pasti pernah punya pikiran bahwa hidup saya ini tidak adil, mengapa saya begini, sedangkan teman saya begitu, sehingga saya menyalahkan Tuhan, karena ia tidak adil. Seharusnya, saya harus sadar akan hal itu, bahwa saya tidak boleh menyalahkan Tuhan, dan menerima apa adanya, seperti kata alkitab, apabila kita menerima keadaan dan kehidupan kita ala sekadarnya, maka kita akan mendapat lebih dari yang kita kira, sedangkan bila kita tidak mau menerima diri kita ataupun kehidupan kita apa adanya, maka kita tidak akan memperoleh lebih dari yang kita mau.




Oleh : Maria Evelyn X3 / 19

Setelah saya mewawancara Ibu Sopia. Saya sangat salut padanya. Karena ia sangat menghargai karunia yang telah Tuhan limpahkan kepadanya. Ia sangat ramah dan mensyukuri anugerah Tuhan yang ada pada dirinya sekarang ini. Suami yang baik, anak-anak yang menyayangi, menghormati, dan patuh padanya, dan hati nya yang tulus mencintai orang-orang disekitarnya. Walaupun kondisi ekonomi nya pas-pasan, tetapi ia tetap bersemangat dalam mencari nafkah. Ibu dari enam anak ini mau bekerja keras dan pantang menyerah demi kesejahteraan kelurga serta untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari ia, suami, dan anak-anaknya. Sopia tidak memandang rendah pekerjaan yang gaji nya kecil, seperti tukang sapu. Tetapi pekerjaan itu merupakan berkah baginya karena menyelamatkan dirinya dari kebingungan dan ketidakpastian sejarah hidup nya di kota metropolitan ini. Banyak orang terjerumus melakukan pekerjaan yang tidak halal, seperti : menjadi PSK, menjadi penipu, pencuri atau lain sebagainya. Tidak dengan dirinya. Ia tidak menghiraukan pekerjaan apa yang akan ia kerjakan, asalkan itu tidak menyimpang dari ajaran agama dan dapat membantunya untuk memenuhi kebutuhan yang harus ia penuhi. Sekarang ini sudah jarang orang yang hatinya baik seperti beliau. Ia tahu terimakasih kepada teman yang menawarkan pekerjaan kepadanya. Betapa hebat ibu ini, Super mama tidak hanya ada di televisi, melainkan ini adalah super mama keluarga. Betapa beruntung nya saya dapat bercakap-cakap orang seperti beliau. Orang yang kaya akan kasih sayang. Dan dapat meyakinkan saya bahwa memang benar-benar ada orang yang kerja keras seperti bu Sopia. Untung saja saya diberikan tugas ini. Dengan mengerjakan tugas ini, selain saya menjadi lebih membuka diri, saya jadi lebih dapat memahami dan lebih mensyukuri keadaan saya sekarang ini. Dimana orang tua saya dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, saya dapat bersekolah di sekolah yang bagus. Kadang kala saya merasa iri pada orang yang menurut saya perfect. Kok bisa ya ada orang yang sudah pintar, berkecukupan, cantik, manis, tapi kok tetap rendah hati? Namun rasa iri itu tidak membuat saya jadi ingin membuatnya tidak baik lagi. Tetapi dia dapat dijadikan sebagai contoh konkret dan panutan bagi diri saya. Dari ibu Sopia, saya juga dapat memetik pelajaran bahwa kita tidak boleh sok tahu akan segala sesuatu di depan kita. Tapi harus mau mendengarkan anjuran orang tua, karena mungkin itulah jalan hidup kita untuk dapat lebih baik lagi dari kondisi sekarang ini. Karena, who knows? Semua takdir dan nasib Tuhan yang mengatur, namun kita sebagai umat manusia tidak boleh pasrah begitu saja. Kita harus mengusahakan takdir tersebut dapat menjadi sesuatu yang bermakna dan dapat menjadi pengalaman menarik yang dapat menjadi teladan dan kisah menarik bagi orang lain, seperti : anak-anak, serta cucu kita di masa datang.

Saturday, April 26, 2008

REFLEKSI TITA X3-30

REFLEKSI TITA X3/30

Ketika itu saya dan ursula mewawancarai seorang pekerja di toko fokopi yang juga menjual peralatan tulis. Dulu, saat saya pertama kalinya datang ke toko itu, saya merasa mas Ratno melakukan kegiatan ini hanya untuk mengisi waktu luang. Saya akrab dengannya, sama sekali tidak terpikirkan bahwa ternyata kegiatan ini bukan hanya untuk mengisi waktu luang melainkan untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Kemarin mas Ratno bercerita, hasil penjualannya cukup untuk hidup dirinya sndiri, tapi tidak bagi keluarganya. Saya merasakan adanya kesedihan di dalam suaranya. Berbeda sekali dengan saya yang bisa hidup sepuasnya berkat orangtua saya. Sejak mengobrol dengannya saya seringkali berpikir dua kali ketika sedang membeli sesuatu. Wawncara dengan mas Ratno memberi saya sesuatu yang berbeda. Bahwa di dalam hidup ini ada banyak orang yang hidup berkecukupan, bahkan berlebihan. Tapi ada banyak juga yang kekurangan. Oleh sebab itu saya tidak boleh bersikap seenaknya, tetapi harus memperhatian orang lain yang berada ‘dibawah’ saya.

Hasil wawancara ada di dalam file milik ursula, x3-31

Maaf karena tidak ada foto ketika ia sedang bekerja karena pada saat itu, tidak ada orang yang datang ke toko.

HASIL WAWANCARA TITA-URSULA X3-30-31

HASIL WAWANCARA DENGAN TUKANG FOTOKOPI

Q : Pertanyaan

MR : Mas Ratno

Q : Mas darimana? Pindah ke Jakarta kapan?

MR : Dari Jawa Tengah… pindah ke Jakarta sekitar 2002.

Q : Selama ini penghasilannya cukup nggak?

MR : Sebenernya kurang kalau buat keluarga, tapi cukup-cukup aja sih kalau buat saya sendiri…

Q : Kenapa milih pekerjaan ini?

MR : Ya… biar bisa bantu keluarga. Cari penghasilan. Terus juga nggak ada kerjaan lain.

Q : Udah berapa lama kerja disini?

MR : Baru-baru saja… dulu saya sih kerjanya di Rawamangun, bukan disini. Kayaknya sih sekitar setahun (wawancara dilakukan di daerah PuloGadung).

Q : Nggak mau nyari kerjaan lain?

MR : Kalau ada ya mau… Sayangnya nggak ada.

Q : Kerjaan sampingan?

MR : Nggak ada. Kalau ada sih saya mau, lumayan buat nambah penghasilan, buat bantuin keluarga.

Q : Oh… ya udah. Makasih ya mas.

MR : Ya..

tugas religiositas

I. Tanya jawab

*Saya mewawancari seorang tukang koran(bukan agency koran) yang biasa menjual koran di Terminal Trans Halim, Cililitan Jakarta Timur. Berikut hasil petikan wawancara saya dengan Bapak yang sering dipanggil oleh Pak Tua ini.

Sebenarnya, nama asli Bapak siapa?

Nama asli saya sudah lupa.. Ya saya hanya tahu bahwa nama saya adalah Pak Tua

Bapak sudah berapa tahun bekerja?

Sekitar 15 tahun saya disini.

Bapak berasal dari mana?

Medan. Datang ke jakarta sama adik bapak, tapi sudah meninggal. Jadi sekarang sendiri. Ya, namanya hidup sendiri, ya begitulah. Ga ada apa-apa.

Usia Bapak sekarang?

Di keluarga saya, tidak tahu yang namanya umur. Ibu saya sudah meninggal, dan saya 9 bersaudara, semuanya laki-laki. Tetapi, sekarang yang masih hidup hanya saya dan kakak nomor 8. Jadi ya bagaimana ya, sudah tua sekali saya. Yang saya ingat hanya itu.

Sekarang bapak tinggal dimana?

Di kelapa gadingIII saya tinggal sama keponakan.

Bapak berangkat jam berapa?

sebagai seorang Islam ya saya berangkat sebelum subuh supaya bisa sholat di masjid. Lalu setelah itu saya mengambil koran yang mau dijual di tukang koran yang lebih besar. Kalau sudah dibeli orang, ya saya balik lagi mengambil koran untuk persediaan. Jadi sebenarnya pekerjaan saya hanya menunggu pembeli. Tanpa saya punya sendiri barang koran itu.

Berapa penghasilan bapak sehari?

Kalau ditanya penghasilan, jujur saya malu ya. Tidak sampai belasan ribu rupiah. Untuk modal, saya tidak punya. Bahkan sering hutang. Orang-orang kadang suka mengambil koran tapi tidak bayar. Mereka sering tidak peduli. Memang sih saya berdagang tiap hari, tapi pendapatan saya sering merosot. Bukannya saya tidak mau bialng ya dek, tapi saya malu. Kadanag ada auang, kadang tidak ada sama sekali.

Kadang saya mengambil korang dulu, kalau sudah laku baru bayar. Bagaimana yang untuk tidak laku? Ya berarrti saya tidak dapat untung. Makanya saya suka menghutang untuk membeli koran yang mau dijual lagi.

Suka duka manjadi tukang koran?

Saya pernah diejek,dihina, diremehkan, bahkan diusir. Bukannya saya menjelek-jelekkan ya,. Tapi itu betul-betul saya alami. Pertamanya mungkin saya sakit hati, tapi lama-lama saya sudah biasa dan tidak terganggu.

Bapak sering ke masjid ya ?

Ya, Supaya tidak buang2 waktu sebagai seorang islam.

Bagaimana jika Bapak makan?

Ya kadang-kadang saya dibantu keponakan saya yang di kelapa Gading III itu. Karena suaminya bekerja. Biasaya saya bawa nasi bungkus dari rumah. Lalu saya bawa dan disisakan sampai makan siang.

Apakah bapak merasa senang atau puas bekerja sebagai tukang koran?

Senang? Ya beginilah.Kalau ditanya puas, apanya yang puas? Kalau Tuhan memberikan, saya percaya Tuhan akan memberikan yang terbaik. Rejeki juga semua di tangan Tuhan, Tuhan yang mengatur. Saya sih percaya itu saja ya dek. Terserah orang-orang mau bilang saya apa, tapi saya biarkan saja. Saya tahu ada Tuhan yang mengatur semuanya

Baik pak. Terimakasih banyak

Ya sama-sama dek.

2. REFLEKSI

Dari hasil wawancara saya dengan Pak Tua tadi, saya mendapatkan hal positif yang berguna bagi hidup saya. Hal ini membuat saya tersadar. Bagaimanakah sikap saya selama ini terhadap semua yang sudah saya miliki? Apakah saya mensyukurinya? Jujur, kadang saya kurang mensyukuri, bahkan lupa mensyukuri semua hikmat yang sudah terjadi kepada saya. Saya hanya mensyukuri hal-hal yang baik yang terjadi dengan saya. Selebihnya, jika saya mendapat kesulitan, barulah saya merengek-rengek kepada Tuhan dan minta diberikan keselamatan. Setelah mendapat keselamatan, saya bersyukur hanya sebentar. Dan kembali ke rutinitas biasa yang super sibuk dan keberadaan Tuhan hampir terlupakan.

Tapi,dari kehidupan Pak Tua ini saya melihat, bahwa segala sesuatu yang kita perbuat, yang terjadi dengan kita adalah rencana Tuhan. Tuhan telah mengatur semuanya. Tuhan tahu mana yang terbaik untuk diri saya. Jika itu yang terpahit untuk saya, maka itulah yang terindah untuk Tuhan. Tuhan tahu, Tuhan melihat, dan Tuhan bekerja dengan kuasa-Nya. Manusia memang harus merasakan rasa sakit dari pikulan salib yang berat, tapi apda akhirnya nanti dia pasti akan merasakan kehidupan yang kekal, indah yang dinantikan semua orang. Seperti Pak tua tadi, meskipun dia harus hidup dengan pendapatan yang bisa dibilang tidak layak, tapi dia selalu percaya bahwa itulah rencana Tuhan. “Semua sudah diatur oleh Tuhan”, begitu katanya. Dengan berkata seperti itu, maka dia menyerahkan seluruhnya kepada Tuhan.

Selain itu, di setiap masalah kita, seberat apapun salib yang harus kita jalani, kita harus mengingat Tuhan ada dimanapun dan kapanpun. Seperti Pak Tua, yang selalu menyempatkan untuk sholat 5 waktu di masjid. Dengan seperti itu, saya tersadar, bahwa dengan makin dekat diri kita dengan Tuhan beban yang kita hadapi akan semakin ringan. Seperti sabda Yesus, “Barangsiapa yang berbeban berat, jikalau datang kepadaku, maka bebannya akan diringankan” Setiap orang harus menyerahkan semua perasaan, semua pengalaman, semua yang ada pada dirinya kepada Tuhan. Sehingga apapun yang akan ia lakukan, maka ia lakukan itu dengan sepenuh hatinya, dengan segenap jiwanya meskipun harus dengan rasa sakit yang sangat dalam. Meskipun Pak Tua harus dihina, direndahkan, bahkan diusir, tapi dia tetap bertahan bahkan berhasil untuk menghilangkan perasaan sakit hati dengan tetap terus berdoa kepada Tuhan.

Meskipun Pak Tua adalah seorang yang miskin, tapi dia tetap menyerahkan apa yang dia punya kepada Tuhan. Dia tetap hidup dalam kesederhanaannya sebagian orang kecil. Hal ini menyadarkan saya, sesungguhnya kita semua adalah kecil dimata Tuhan. Tidak ada yang kedudukannya tinggi di mata Tuhan. Kita tidak punya apa-apa dibandingkan dengan kuasa Tuhan yang sangat hebat. Maka dari itu, kita perlu menyerahkan semua yang terdapat dalam diri kita kepada Tuhan, karena semua yang terjadi dengan kita adalah rencana indah-Nya.

Mulai saat ini saya akan berusaha untuk tetap meluangkan waktu saya untuk Tuhan. Karena, Tuhan sang pengatur, sang pencipta segalanya, sang penguasa segalaNya. Tak ada sesuatu yang mustahil bagiNya.

Laurensia Irma Saraswati

X3-14

tugas religiositas

I. Tanya jawab

*Saya mewawancari seorang tukang koran(bukan agency koran) yang biasa menjual koran di Terminal Trans Halim, Cililitan Jakarta Timur. Berikut hasil petikan wawancara saya dengan Bapak yang sering dipanggil oleh Pak Tua ini.

Sebenarnya, nama asli Bapak siapa?

Nama asli saya sudah lupa.. Ya saya hanya tahu bahwa nama saya adalah Pak Tua

Bapak sudah berapa tahun bekerja?

Sekitar 15 tahun saya disini.

Bapak berasal dari mana?

Medan. Datang ke jakarta sama adik bapak, tapi sudah meninggal. Jadi sekarang sendiri. Ya, namanya hidup sendiri, ya begitulah. Ga ada apa-apa.

Usia Bapak sekarang?

Di keluarga saya, tidak tahu yang namanya umur. Ibu saya sudah meninggal, dan saya 9 bersaudara, semuanya laki-laki. Tetapi, sekarang yang masih hidup hanya saya dan kakak nomor 8. Jadi ya bagaimana ya, sudah tua sekali saya. Yang saya ingat hanya itu.

Sekarang bapak tinggal dimana?

Di kelapa gadingIII saya tinggal sama keponakan.

Bapak berangkat jam berapa?

sebagai seorang Islam ya saya berangkat sebelum subuh supaya bisa sholat di masjid. Lalu setelah itu saya mengambil koran yang mau dijual di tukang koran yang lebih besar. Kalau sudah dibeli orang, ya saya balik lagi mengambil koran untuk persediaan. Jadi sebenarnya pekerjaan saya hanya menunggu pembeli. Tanpa saya punya sendiri barang koran itu.

Berapa penghasilan bapak sehari?

Kalau ditanya penghasilan, jujur saya malu ya. Tidak sampai belasan ribu rupiah. Untuk modal, saya tidak punya. Bahkan sering hutang. Orang-orang kadang suka mengambil koran tapi tidak bayar. Mereka sering tidak peduli. Memang sih saya berdagang tiap hari, tapi pendapatan saya sering merosot. Bukannya saya tidak mau bialng ya dek, tapi saya malu. Kadanag ada auang, kadang tidak ada sama sekali.

Kadang saya mengambil korang dulu, kalau sudah laku baru bayar. Bagaimana yang untuk tidak laku? Ya berarrti saya tidak dapat untung. Makanya saya suka menghutang untuk membeli koran yang mau dijual lagi.

Suka duka manjadi tukang koran?

Saya pernah diejek,dihina, diremehkan, bahkan diusir. Bukannya saya menjelek-jelekkan ya,. Tapi itu betul-betul saya alami. Pertamanya mungkin saya sakit hati, tapi lama-lama saya sudah biasa dan tidak terganggu.

Bapak sering ke masjid ya ?

Ya, Supaya tidak buang2 waktu sebagai seorang islam.

Bagaimana jika Bapak makan?

Ya kadang-kadang saya dibantu keponakan saya yang di kelapa Gading III itu. Karena suaminya bekerja. Biasaya saya bawa nasi bungkus dari rumah. Lalu saya bawa dan disisakan sampai makan siang.

Apakah bapak merasa senang atau puas bekerja sebagai tukang koran?

Senang? Ya beginilah.Kalau ditanya puas, apanya yang puas? Kalau Tuhan memberikan, saya percaya Tuhan akan memberikan yang terbaik. Rejeki juga semua di tangan Tuhan, Tuhan yang mengatur. Saya sih percaya itu saja ya dek. Terserah orang-orang mau bilang saya apa, tapi saya biarkan saja. Saya tahu ada Tuhan yang mengatur semuanya

Baik pak. Terimakasih banyak

Ya sama-sama dek.

2. REFLEKSI

Dari hasil wawancara saya dengan Pak Tua tadi, saya mendapatkan hal positif yang berguna bagi hidup saya. Hal ini membuat saya tersadar. Bagaimanakah sikap saya selama ini terhadap semua yang sudah saya miliki? Apakah saya mensyukurinya? Jujur, kadang saya kurang mensyukuri, bahkan lupa mensyukuri semua hikmat yang sudah terjadi kepada saya. Saya hanya mensyukuri hal-hal yang baik yang terjadi dengan saya. Selebihnya, jika saya mendapat kesulitan, barulah saya merengek-rengek kepada Tuhan dan minta diberikan keselamatan. Setelah mendapat keselamatan, saya bersyukur hanya sebentar. Dan kembali ke rutinitas biasa yang super sibuk dan keberadaan Tuhan hampir terlupakan.

Tapi,dari kehidupan Pak Tua ini saya melihat, bahwa segala sesuatu yang kita perbuat, yang terjadi dengan kita adalah rencana Tuhan. Tuhan telah mengatur semuanya. Tuhan tahu mana yang terbaik untuk diri saya. Jika itu yang terpahit untuk saya, maka itulah yang terindah untuk Tuhan. Tuhan tahu, Tuhan melihat, dan Tuhan bekerja dengan kuasa-Nya. Manusia memang harus merasakan rasa sakit dari pikulan salib yang berat, tapi apda akhirnya nanti dia pasti akan merasakan kehidupan yang kekal, indah yang dinantikan semua orang. Seperti Pak tua tadi, meskipun dia harus hidup dengan pendapatan yang bisa dibilang tidak layak, tapi dia selalu percaya bahwa itulah rencana Tuhan. “Semua sudah diatur oleh Tuhan”, begitu katanya. Dengan berkata seperti itu, maka dia menyerahkan seluruhnya kepada Tuhan.

Selain itu, di setiap masalah kita, seberat apapun salib yang harus kita jalani, kita harus mengingat Tuhan ada dimanapun dan kapanpun. Seperti Pak Tua, yang selalu menyempatkan untuk sholat 5 waktu di masjid. Dengan seperti itu, saya tersadar, bahwa dengan makin dekat diri kita dengan Tuhan beban yang kita hadapi akan semakin ringan. Seperti sabda Yesus, “Barangsiapa yang berbeban berat, jikalau datang kepadaku, maka bebannya akan diringankan” Setiap orang harus menyerahkan semua perasaan, semua pengalaman, semua yang ada pada dirinya kepada Tuhan. Sehingga apapun yang akan ia lakukan, maka ia lakukan itu dengan sepenuh hatinya, dengan segenap jiwanya meskipun harus dengan rasa sakit yang sangat dalam. Meskipun Pak Tua harus dihina, direndahkan, bahkan diusir, tapi dia tetap bertahan bahkan berhasil untuk menghilangkan perasaan sakit hati dengan tetap terus berdoa kepada Tuhan.

Meskipun Pak Tua adalah seorang yang miskin, tapi dia tetap menyerahkan apa yang dia punya kepada Tuhan. Dia tetap hidup dalam kesederhanaannya sebagian orang kecil. Hal ini menyadarkan saya, sesungguhnya kita semua adalah kecil dimata Tuhan. Tidak ada yang kedudukannya tinggi di mata Tuhan. Kita tidak punya apa-apa dibandingkan dengan kuasa Tuhan yang sangat hebat. Maka dari itu, kita perlu menyerahkan semua yang terdapat dalam diri kita kepada Tuhan, karena semua yang terjadi dengan kita adalah rencana indah-Nya.

Mulai saat ini saya akan berusaha untuk tetap meluangkan waktu saya untuk Tuhan. Karena, Tuhan sang pengatur, sang pencipta segalanya, sang penguasa segalaNya. Tak ada sesuatu yang mustahil bagiNya.

Laurensia Irma Saraswati

X3-14

Friday, April 25, 2008


Refleksi Pribadi

Wawancara ini adalah tugas religiositas. Pertama yang saya pikirkan adalah malas karena tugas itu merepotkan. Kita harus mencari orang miskin dan mewawancarainya. Tetapi, tugas tetap tugas sehingga saya agak sedikit terpaksa saat ingin melakukannya dengan Githa. Kami memutuskan untuk mewawancara Kamis sore setelah menyelesaikan tugas yang harus diselesaikan dalam kelompok lainnya. Tadinya kami ingin mewawancarai orang yang jualan makanan keliling di komplek rumah Githa namun karena tidak ada yang datang - datang sedangkan waktu tinggal sedikit karena sebentar lagi kami harus les maka kami memutuskan untuk menggantinya dengan orang lain.


Pertama kami bingung namun atas usul mamanya Githa, kita akan mewawancarai orang yang bekerja sebagai tukang sapu di komplek perumahan Githa. Nama tukang sapu itu adalah Pak Mawardi. Bertemu dengan Pak Mawardi menyadarkan saya akan banyak hal yang mungkin sederhana namun sulit dan sangat jarang saya lakukan selama ini.


Setelah diwawancara, Pak Mawardi menceritakan tentang kehidupannya sebagai tukang sapu. Bagaimana ia diperlakukan dan mengapa ia menjadi tukang sapu dan sebagainya. Hal yang menyebabkan ia menjadi tukang sapu adalah karena ia tidak mengenyam pendidikan sama sekali sehingga bagaimana ia akan mendapat pekerjaan yang pantas. Pak Mawardi yang tadinya pergi ke Jakarta karena disuruh Bapaknya agar mendapat hidup yang lebih baik, namun ia tidak menyadari bahwa pendidikan sangat penting untuk mendapat pekerjaan di Jakarta sehingga harapannya untuk mendapat hidup lebih baik kurang terkabulkan walaupun Pak Mawardi masih dapat bersyukur karena ia masih tetap dapat menghidupi keluarganya. Penghasilannya yang hanya sebesar Rp. 300.000,00 sebulan sebenarnya membuat saya kaget. Dapatkah orang hidup dan masih dapat bersyukur dengan penghasilan seperti itu. Karena menurut saya, setiap orang pasti membutuhkan banyak uang untuk memenuhi kehidupannya dan barang - barang juga semakin mahal harganya belakangan ini.


Saya sendiri pasti akan menghabiskan lebih dari Rp. 300.000,00 sebulan untuk hidup. Dan saya tidak berusaha untuk mendapatkannya. Sedangkan Pak Mawardi sebagai tukang sapu sudah bekerja amat sangat keras dari pagi hingga malam mungkin namun ia tetap mendapat penghasilan yang pas – pasan. Dan ia juga masih dapat bersyukur. Itulah menurut saya yang hebat. Bersyukur seperti yang saya katakan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Hal itu amat sangat sulit walaupun kelihatannya sederhana. Karena kita sebagai manusia terus saja ingin mendapat yang lebih untuk diri kita walaupun sebenarnya kita sudah mendapat yang lebih dari cukup untuk hidup kita. Seperti orang - orang kaya sekarang ini. Liburan 3 hari sudah langsung bisa pergi ke Singapure setidaknya atau mungkin lebih. Tetapi mereka tidak peduli dengan orang - orang yang sudah bekerja dengan keras namun tetap saja sulit untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan keluarganya. Apalagi dengan akan naiknya harga BBM yang tentu akan menyebabkan naiknya harga kebutuhan pokok.


Saya pun termasuk orang yang sangat susah untuk bersyukur. Saya seringkali marah - marah pada mama atau papa saya karena mereka tidak mau membelikan barang yang sangat amat saya inginkan. Dengan saya bertemu Pak Mawardi dan melakukan wawancara ini, membuat saya tersadar bahwa sudah seharusnya saya bersyukur kepada Tuhan dan saya merasa malu pada diri sendiri karena Pak Mawardi yang sudah susah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tetap bersyukur namun saya yang hidupnya sebenarnya lebih baik tetapi tetap tidak dapat bersyukur akan karunia Tuhan. Saya ingin dan mau memulai untuk belajar bersyukur akan hidup ini.


Selain itu, dengan adanya wawancara ini, saya baru menyadari bahwa pendidikan itu sangat penting. Tanpa adanya pendidikan, kita tidak akan bisa mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak. Seringkali saya akan amat sangat sebal jika ada ulangan banyak atau jika sekolah yang seringkali tidak libur padahal sekolah lain itu sudah libur juga kadang - kadang saya ingin mendapat nilai bagus hanya karena papa dan mama menjanjikan saya akan membelikan sesuatu. Namun sekarang lah saya tersadar bahwa seharusnya saya bersyukur karena saya masih bisa diberi kesempatan untuk mengenyam dan merasakan pendidikan dan mempunyai kesempatan untuk mendapatkan hidup yang layak bila saya berusaha karena banyak orang yang ingin sekolah namun tidak bisa karena orang itu mungkin tidak mempunyai kemampuan ekonomi yang baik dan sebagainya. Seperti anaknya Pak Mawardi yang hanya dapat belajar membaca dan menulis saat kecil namun ia tidak dapat lagi melanjutkan sekolahnya karena pendapatan Pak Marwadi yang pas - pas an.


Saya juga baru menyadari betapa tragis nasib orang - orang miskin di Indonesia ini. Banyak orang - orang miskin di bawah yang teriak akan penderitaan mereka namun tetap saja pemerintah dan orang - orang kaya yang berada di atas tidak peduli dan tetap hidup sesuka ria mereka. Pemerintah tetap mengkorupsi uang yang seharusnya menjadi jatah orang miskin untuk membantu kehidupan mereka yang sudah amat sangat sulit. Saya menjadi amat prihatin dengan keadaan ini di Indonesia.


Selain itu, kita sebagai orang – orang tidak boleh seenaknya merendahkan orang miskin dan merendahkan mereka. Seperti yang terjadi pada Pak Mawardi. Sebenarnya Pak Mawardi sangat berjasa bagi kehidupan kita. Kalau tidak ada Pak Mawardi maka mungkin lingkungan rumah kita sudah amat kotor dan menyebabkan penyakit. Dengan adanya Pak Mawardi maka lingkungan kita bersih. Karena itu kita harus menghargai setiap orang karena orang itu juga merupakan manusia seperti kita dan kita tidak boleh seenaknya merendahkannya seperti itu.





Dibuat oleh : Dea X3-3