Friday, April 25, 2008


Refleksi Pribadi

Wawancara ini adalah tugas religiositas. Pertama yang saya pikirkan adalah malas karena tugas itu merepotkan. Kita harus mencari orang miskin dan mewawancarainya. Tetapi, tugas tetap tugas sehingga saya agak sedikit terpaksa saat ingin melakukannya dengan Githa. Kami memutuskan untuk mewawancara Kamis sore setelah menyelesaikan tugas yang harus diselesaikan dalam kelompok lainnya. Tadinya kami ingin mewawancarai orang yang jualan makanan keliling di komplek rumah Githa namun karena tidak ada yang datang - datang sedangkan waktu tinggal sedikit karena sebentar lagi kami harus les maka kami memutuskan untuk menggantinya dengan orang lain.


Pertama kami bingung namun atas usul mamanya Githa, kita akan mewawancarai orang yang bekerja sebagai tukang sapu di komplek perumahan Githa. Nama tukang sapu itu adalah Pak Mawardi. Bertemu dengan Pak Mawardi menyadarkan saya akan banyak hal yang mungkin sederhana namun sulit dan sangat jarang saya lakukan selama ini.


Setelah diwawancara, Pak Mawardi menceritakan tentang kehidupannya sebagai tukang sapu. Bagaimana ia diperlakukan dan mengapa ia menjadi tukang sapu dan sebagainya. Hal yang menyebabkan ia menjadi tukang sapu adalah karena ia tidak mengenyam pendidikan sama sekali sehingga bagaimana ia akan mendapat pekerjaan yang pantas. Pak Mawardi yang tadinya pergi ke Jakarta karena disuruh Bapaknya agar mendapat hidup yang lebih baik, namun ia tidak menyadari bahwa pendidikan sangat penting untuk mendapat pekerjaan di Jakarta sehingga harapannya untuk mendapat hidup lebih baik kurang terkabulkan walaupun Pak Mawardi masih dapat bersyukur karena ia masih tetap dapat menghidupi keluarganya. Penghasilannya yang hanya sebesar Rp. 300.000,00 sebulan sebenarnya membuat saya kaget. Dapatkah orang hidup dan masih dapat bersyukur dengan penghasilan seperti itu. Karena menurut saya, setiap orang pasti membutuhkan banyak uang untuk memenuhi kehidupannya dan barang - barang juga semakin mahal harganya belakangan ini.


Saya sendiri pasti akan menghabiskan lebih dari Rp. 300.000,00 sebulan untuk hidup. Dan saya tidak berusaha untuk mendapatkannya. Sedangkan Pak Mawardi sebagai tukang sapu sudah bekerja amat sangat keras dari pagi hingga malam mungkin namun ia tetap mendapat penghasilan yang pas – pasan. Dan ia juga masih dapat bersyukur. Itulah menurut saya yang hebat. Bersyukur seperti yang saya katakan bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan. Hal itu amat sangat sulit walaupun kelihatannya sederhana. Karena kita sebagai manusia terus saja ingin mendapat yang lebih untuk diri kita walaupun sebenarnya kita sudah mendapat yang lebih dari cukup untuk hidup kita. Seperti orang - orang kaya sekarang ini. Liburan 3 hari sudah langsung bisa pergi ke Singapure setidaknya atau mungkin lebih. Tetapi mereka tidak peduli dengan orang - orang yang sudah bekerja dengan keras namun tetap saja sulit untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan keluarganya. Apalagi dengan akan naiknya harga BBM yang tentu akan menyebabkan naiknya harga kebutuhan pokok.


Saya pun termasuk orang yang sangat susah untuk bersyukur. Saya seringkali marah - marah pada mama atau papa saya karena mereka tidak mau membelikan barang yang sangat amat saya inginkan. Dengan saya bertemu Pak Mawardi dan melakukan wawancara ini, membuat saya tersadar bahwa sudah seharusnya saya bersyukur kepada Tuhan dan saya merasa malu pada diri sendiri karena Pak Mawardi yang sudah susah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tetap bersyukur namun saya yang hidupnya sebenarnya lebih baik tetapi tetap tidak dapat bersyukur akan karunia Tuhan. Saya ingin dan mau memulai untuk belajar bersyukur akan hidup ini.


Selain itu, dengan adanya wawancara ini, saya baru menyadari bahwa pendidikan itu sangat penting. Tanpa adanya pendidikan, kita tidak akan bisa mendapat pekerjaan dan penghidupan yang layak. Seringkali saya akan amat sangat sebal jika ada ulangan banyak atau jika sekolah yang seringkali tidak libur padahal sekolah lain itu sudah libur juga kadang - kadang saya ingin mendapat nilai bagus hanya karena papa dan mama menjanjikan saya akan membelikan sesuatu. Namun sekarang lah saya tersadar bahwa seharusnya saya bersyukur karena saya masih bisa diberi kesempatan untuk mengenyam dan merasakan pendidikan dan mempunyai kesempatan untuk mendapatkan hidup yang layak bila saya berusaha karena banyak orang yang ingin sekolah namun tidak bisa karena orang itu mungkin tidak mempunyai kemampuan ekonomi yang baik dan sebagainya. Seperti anaknya Pak Mawardi yang hanya dapat belajar membaca dan menulis saat kecil namun ia tidak dapat lagi melanjutkan sekolahnya karena pendapatan Pak Marwadi yang pas - pas an.


Saya juga baru menyadari betapa tragis nasib orang - orang miskin di Indonesia ini. Banyak orang - orang miskin di bawah yang teriak akan penderitaan mereka namun tetap saja pemerintah dan orang - orang kaya yang berada di atas tidak peduli dan tetap hidup sesuka ria mereka. Pemerintah tetap mengkorupsi uang yang seharusnya menjadi jatah orang miskin untuk membantu kehidupan mereka yang sudah amat sangat sulit. Saya menjadi amat prihatin dengan keadaan ini di Indonesia.


Selain itu, kita sebagai orang – orang tidak boleh seenaknya merendahkan orang miskin dan merendahkan mereka. Seperti yang terjadi pada Pak Mawardi. Sebenarnya Pak Mawardi sangat berjasa bagi kehidupan kita. Kalau tidak ada Pak Mawardi maka mungkin lingkungan rumah kita sudah amat kotor dan menyebabkan penyakit. Dengan adanya Pak Mawardi maka lingkungan kita bersih. Karena itu kita harus menghargai setiap orang karena orang itu juga merupakan manusia seperti kita dan kita tidak boleh seenaknya merendahkannya seperti itu.





Dibuat oleh : Dea X3-3

No comments: