Thursday, April 24, 2008



Wawancara:

Tanggal 25 April 2008

Wawancara Ibu Maria Ulfa
T: nama ibu siapa?
J: Maria Ulfa
T: ibu tinggal dimana?
J: Jalan Dr. Wahidin 2, sebelah departemen keuangan
T: ibu asli Jakarta atau dari luar Jakarta?
J: saya asli dari Jawa Timur.
T: bagaimana ibu bisa pindah ke Jakarta?
J: tahun 1975 saya menikah dan ikut suami ke Jakarta, waktu itu saya masih berumur 17 tahun. Suami saya memang asli dari Jakata.
T: apakah ibu sudah berkeluarga?
J: sudahlah neng! Malahan saya sudah punya cucu 2 orang. Anak saya ada 3. Yang paling besar sudah menikah , yang ke-2 ngojek yang ke-3 masih bersekolah di SMK 3. Kemarin baru aja UN.
T: pekerjaan ibu apa?
J: yaa berjualan disini. Jualan rokok, tissue, sisir,….
T: apakah pekerjaan ibu ini tetap dan sudah berapa lama ibu menekuni pekerjaan ini?
J: iya. Saya dari tahun ’75 sudah bekerja seperti ini. Dulu bapak yang kerja ganti-gantian sama saya. Sekarang bapak sudah meninggal. Sekarang saya yang menggantikan pekerjaan bapak.
T: ibu dapat barang untuk jualan ini darimana ya?
J: saya dapat dari hasil membeli sendiri di pasar.
T: ibu senang tidak dengan pekerjaan ini?
J: yaa senang-senang susah. Kalau jualan lagi rame rasanya senang.
T: penghasilan ibu sehari-hari rata-rata berapa?
J: sehari dapat 175 ribu. Itu juga untungnya belum. Paling untungnya Cuma 100 ribu atau 75 ribu. Kalau dulu jualan kartu banyak yang beli pas lagi natal atau lebaran. Tapi sekarang udah gak untung lagi. Sekarang susah pada sms.
T: dengan penghasilan seperti itu, cukup tidak ibu untuk kebutuhan sehari-hari?
J: yaa cukup-cukup engga. Tergantung keadaan.
T: ibu senang tidak dengan keadaan ibu sekarang ini?
J: yaa engga. Sedih. Kalo anak lagi minta uang sekolah gak ada uang sedih rasanya pengen nangis, Tapi mau gimana lagi.
T: dulu lagi ibu kecil kepikiran gak pengen bercita-cita jadi apa?
J: hahaha. Engga
T: ibu juga pernah kepikiran gak untuk ganti usaha?
J: yaa kalau ada modal saya mau punya kios gitu buat jualan.
T: kalau misalnya ada orang yang member ibu uang yang banyak sekali, ibu mau apakan uang itu?
J: yaa untuk modal buat bikin toko.
T: kenapa ibu jualannya disini? Di sekitar sini suka ada penggrebekan yaa bu?
J: iya suka ada. Ibu jualan disini biar gak kena penggrebekan (lokasi ibu ini berjualan tepat di depan pintu parkir kantor pos). kalau jualan di sepanjang jalan bisa diusir sama tamtib. Kalau sudah diusir gerobaknya dihancurkan, barang-barangnya diambilin. Modalnya jadi abis.
T: ada ganti gak bu dari pemerintah?
J: yaa gak ada .
T: kalau ibu misalnya lagi sakit..
J: yaa untungnya sakit ibu gak pernah parah-parah dan jarang. Palingan Cuma masuk angin sembuhnya yaa paling 1-2 harian.
T: ibu percaya gak kalau kehidupan ibu bisa lebih baik daripada sekarang?
J: yaa percaya non.
T: apa usaha ibu untuk memperbaiki usaha ibu?
J: yaa ibu suka berdoa pagi-pagi minta supaya hari ini bisa dapet rezeki.
T: Terima kasih ya,bu atas waktu dan kesediannya.

Refleksi Chacha X3-8:


Refleksi



Kemiskinan, bukan lagi hal yang jarang kita lihat di Negara berkembang (miskin) seperti Negara kita ini. Indonesia sepertinya tidak henti-hentinya memproduksi para pengangguran, orang tidak mampu, yang bisa kita sebut orang miskin. Jika ingin menemui mereka, kita tidak usah susah-susah pergi ke tempat kumuh seperti di kolong jembatan, ataupun gubuk-gubuk tua sepanjang pinggiran sungai dan rel kereta. Bahkan mereka bisa kita temui di sekitar lingkungan sekolah kami, Santa Ursula Jalan Pos.


Seperti yang saya temui bersama partner saya Jessica, pada hari Jumat tanggal 25 April. Kami menemui seorang pedagang kaki lima di depan gerbang kantor pos tempat mobil akan masuk. Beliau bernama Maria Ulfa. Ibu tersebut berdagang rokok, tissue, sisir, dan beragam barang-barang kecil lainnya dengan gerobak kayunya, katanya gerobak besar ini tidak ia tinggal di kantor pos tapi di dorong-dorong dari rumah ke kantor Pos dan ke rumahnya lagi. Walaupun di bantu anak laki-lakinya tapi, saya bisa bayangkan betapa sulit dan capeknya beliau.


Dengan mewawancarai beliau saya sadar bahwa hidup ini tidak mudah, perjuangan yang saya lakukan sekarang belum ada apa-apanya dibandingkan ibu Maria. Rasa sakit, lelah, malas semuanya ia buang untuk membiayai kehidupan keluarganya. Saya sadar bahwa kasih saying seorang ibu dimanapun adalah kasih saying yang tulus dan sejati. Tidak terlihat dari pekerjaannya, penampilannya, IBU tetaplah IBU. Karena itu kita harus menghormati ibu,tidak hanya ibu kita sendiri, tapi juga ibu orang lain.


Kehidupan yang ibu Maria jalani sekarang tentu saja bukan kehiupan yang ia inginkan. Tapi, harapannya tidak pupus hanya karena keadaan sekitarnya yang sulit. Ia terus berharap akan ada masa depan yang lebih baik untuk dirinya, walaupun hal ini ia katakan dengan tidak yakin dan suara yang kecil (dan saya yakin hal itu dikarenakan tekanan dunia yang begitu berat), tapi hal ini mengajarkan kita agar kita terus berharap dan tidak mudah putus asa, bagaimanapun sulitnya kehidupan yang kita jalani, berdoa dan berusaha adalah hal yang tepat untuk kita lakukan.


Dari wawancara tersebut, saya juga sadar bahwa pemerintah kita bukanlah pemerintah yang baik. UU yang di buat oleh pemerintah sama sekali tidak mencerminkan tanggung jawab pemerintah pada rakyat-rakyat miskin di Indonesia. Mereka tidak terjamin hidupnnya, pekerjaan yang mereka dapatkan pun kadang tidaklah layak untuk dilakukan. Sebaiknya pemerintah kita lebih member fasilitas yang pasti pada rakyat miskin, bukannya membuat fasilitas untuk golongan menengah ke atas, seperti mall dan tempat public lainnya, dimana tidak ada manfaatnya sama sekali untuk rakyat kita.


Saya juga sadar, kalau mengharapkan pemerintah saja kita tidak akan pernah maju, kita pun harus mulai bergerak membantu saudara-saudara kita lainnya yang masih kekurangan. Sekarang adalah saat kita untuk bergerak, membentuk sebuah hubungan antar masyarakat kita yang harmonis dan saling bantu membantu.

No comments: