Friday, April 25, 2008

REFLEKSI RELIGIOSITAS

Kepuasan adalah kunci untuk menikmati hidup

Pagi itu merupakan hari yang cerah bagi kami, matahari mengintip dengan malu-malu menciptakan suasana pagi hari yang syahdu. Kami memutuskan untuk mewawancara seorang petugas pengurus taman yang lebih lanjut diketahui bernama Bapak Anen Suhandi. Kami memutuskan memilih beliau untuk menjadi narasumber kami karena kami melihat beliau sebagai orang yang kurang mampu, ditilik dari pekerjaannya yang pada pagi itu sedang menyiram tanaman.

Setelah memperkenalkan diri, kamipun memulai tanya jawab kami dengan sedikit introduksi mengenai kehidupan di kota Jakarta yang semakin sulit. Seolah telah mengetahui arah pembicaraan kami, beliau segera memotong perkaaan kami dengan mengatakan bahwa beliau sangat menikmati pekerjaannya dan merasa cukup dengan apa yang dimilikinya. Seharusnya kami segera tahu bahwa beliau sama sekali tidak merasa kurang akan kebutuhan hidupnya dan agak-agak tidak nyambung dengan tema yang diberikan. Tapi, entah karena keramahan beliau atau pikiran beliau yang begitu tulus dan mengena, kami tetap bertahan untuk mewawancarai beliau.

Wawancara berlangsung santai, kami ikut berkeliling sembari menanyai sang narasumber yang sedang sibuk menyiram tanaman. Kami diberikan banyak sekali pengalaman berharga berjudul KEPUASAN HIDUP. Bapak Anen terus menekankan pentingnya menikmati dalam mencapai kepuasan. Singkat cerita, beliau selalu menekankan untuk para generasi muda untuk tetap berperilaku jujur, bertindak dengan didasari hati nurani dan sebisa mungkin jangan pernah melibatkan orang lain dalam setiap masalah yang kita hadapi. Menurut kami, orang-orang seperti beliau di zaman sekarang ini sudah selangka gigi ayam. Sayangnya, ketika berhadapan dengan beliau kami seolah kehabisan kata-kata, lidah kami menjadi kelu karena perkataan beliau yang dapat menjawab semua hal-hal yang bahkan tak pernah terpikirkan oleh kami. Oleh sebab itulah, wawancara yang kami lakukan menjadi demikian singkatnya. Tetapi, dari sepotong waktu yang sangat singkat itulah kami dapat beroleh hal-hal yang sangat bermanfaat dalam kehidupan ini.

REFLEKSI : Korona x3/13
Nikmatilah Hidup Ini

Saya mewawancara seorang tukang kebun sekolah bernama Bapak Anen Suhandi. Selain menjadi tukang kebun di Santa Ursula, ia juga membantu mengantarkan makanan bagi guru-guru. Walaupun terlihat dari pekerjaannya ia seperti kurang mampu, tetapi melalui mimik wajah dan tutur katanya; ia malah terlihat seperti orang yang paling bahagia sedunia. Melihat penampilannya yang begitu santai dan bahagia, saya menarik kesimpulan bahwa tidak semua kaum papa (kurang mampu) itu hidup menderita.

Mendengar mottonya, saya menjadi tersentuh. ”Nikmati sajalah apa yang telah kamu peroleh dan syukurilah” itu adalah sekumpulan kata yang selalu ia ucapkan kepada saya ketika diwawancara. Mottonya menggambarkan bahwa setiap manusia seharusnya menikmati kehidupan yang telah dianugerahkan oleh Tuhan. Karena jika kehidupan tidak dinikmati, kita takkan pernah puas. Kata-katanya itu sangat mengena bagi kehidupan saya yang sudah terbiasa dengan ketidakpuasan. Saya selalu ingin lebih dan lebih. Tak pernah puas dan bersyukur dengan yang telah saya peroleh sekarang.

Ia mengaku bahwa ia merasa cukup dan puas dengan penghasilan yang ia peroleh untuk menghidupi keluarganya; walaupun sepetinya penghasilan sebagai tukang kebun tergolong kecil. Bagaimanapun, hidup sekedar cukup tidak begitu menyenangkan. Tetapi, Pak Anen selalu bersyukur dan menikmati itu semua. Ia tak pernah berkeinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih. Mendengar setiap kata-kata Pak Anen, saya terkadang menjadi malu sendiri. Saya, hidup di keluarga yang lebih dari cukup. Semua kebutuhan dapat terpenuhi dengan mudahnya; baik kebutuhan primer maupun sekunder. Tetapi, selama ini, saya tak pernah puas. Saya selalu berkeinginan untuk mendapatkan yang lebih dari yang saya dapatkan. Padahal seharusnya, saya bersyukur karena saya beruntung bisa punya kehidupan seperti ini yang lebih dari cukup. Ia juga berpesan agar kita selalu jujur dalam segala tindakan dan gunakanlah hati nurani dalam mengambil keputusan.


Marsha x3/22
Jujur dan Ikuti Hati Nurani

Nama beliau adalah Bapak Anen Suhandi, seorang bapak yang sudah berkeluarga yang sangat ramah dan baik hati. Melakukan wawancara dengan beliau telah membuka mata saya yang selama ini telah salah menilai apa yang dimaksud dengan kaum papa. Gaya beliau yang santai dalam menjawab setiap pertanyaan yang diajukan, membuat saya betah berlama-lama bersama beliau. Senyum beliau ramah dan tulus, jauh dari gambaran saya tentang kaum papa, yang seolah-olah selalu bertampang sedih dan muram.

Sebagai umunya manusia, kita tak pernah merasa puas. Menurut anggapan saya, hal itu jauh lebih terasa bagi mereka yang kurang mampu, karena kebutuhan hidup sehari-hari saja sudah tak tercukupi, apalagi kebutuhan yang lain? Namun, pipi saya rasanya seperti ditampar, begitu mendengar celetukan polos Bapak Anen. Pria yang sehari-hari bekerja sebagai pengurus taman sekaligus membantu guru ini tampaknya memiliki pandangan lain terhadap KEPUASAN. Beliau memiliki prinsip hidup untuk selalu menikmati apa yang sudah didapat, jadi, meskipun kadang terlihat susah, sebenarnya, Bapak ini sangat menikmati hidup.

Jujur saja saya bingung, bagaimana caranya kita bisa merasa puas? Orang kaya ingin semakin kaya, yang miskin ingin ikut kaya, bagaimana caranya kita bisa puas kalau semua kebutuhan kita seolah-olah ditantang oleh banyaknya produsen yang menawarkan sejumlah barang-barang praktis tapi dengan harga selangit? Yang terpenting adalah kejujuran dan gunakanlah hati nurani, nikmati sajalah semua yang ada dan jangan sampai orang lain tahu tentang masalah yang kita hadapi. Itulah pesan-pesan dari Bapak Anen untuk orang-orang yang masih tidak merasa puas akan kehidupannya. Mulai saat ini, saya akan mencoba untuk lebih menghargai apa yang sudah saya punya dan mencoba untuk menjadi Pak Anen-Pak Anen yang lain, yang selalu merasa puas di dalam kekurangannya.

No comments: